Saturday, September 18, 2010

Lebaran Iedul Fitri 2010

Hari kemenangan ummat Islam sedunia tahun ini telah dicapai pada hari Jum'at tanggal 10 September 2010 lalu, yang bersesuaian dengan tanggal 1 Syawal 1431 Hijriyah. Hari kemenangan yang di Indonesia lebih dikenal sebagai Lebaran Iedul Fitri ini patut disyukuri sejalan dengan berakhirnya ibadah puasa di bulan Ramadhan 1431 Hijriyah selama 30 hari. Menang dalam melawan nafsu duniawi selama menjalankan kewajiban berpuasa dan kembali kepada fitrah manusia yang seharusnya. Harapan kita tentunya Allah SWT senantiasa mengizinkan kita bertemu kembali dengan keindahan puasa Ramadhan di tahun-tahun yang akan datang. Amien ya robbal'alamien.

Pada Lebaran ini seperti biasa saya dan my lovely wife, Andra, membagi hari bahagia ini dengan berkunjung ke orang tua dan keluarga masing-masing. Orang tua Andra (mertua saya) sudah berpulang ke rahmatullah bertahun-tahun yang lalu dan dimakamkan di kompleks makam keluarga di Bulu, Rembang, Jawa Tengah. Dengan demikian kami mengunjungi Pakde dan Bude yang alhamdulillah masih sehat di Jakarta. Yang pertama kami kunjungi adalah Bude yang baru saja pindah rumah beberapa hari sebelum Lebaran dari Perumahan Pesona Khayangan, Depok ke kawasan Sawangan, Depok. Setelah bersilaturrahmi kami bersama-sama menuju rumah Pakde di Kemang, Jakarta Selatan. Karena kendala macet saat menuju Sawangan paginya, kami baru sampai di rumah Pakde di Kemang setelah lewat tengah hari. Meski terlambat namun tidak mengurangi keharuan dan kebahagiaan dalam merayakan Lebaran. Bagaimanapun, keduanya, baik Pakde maupun Bude adalah pengganti orang tua Andra yang sama-sama selalu kami hormati.

Sekembali dari silaturrami ke Pakde dan Bude, kami bergegas pulang ke rumah untuk membawa perbekalan secukupnya karena akan berangkat ke Bandung malam itu juga bersama keluarga kakak keempat saya. Kemacetan pada Lebaran pertama di kawasan Jabodetabek membuat rencana perjalanan ke Bandung yang semula disepakati jam 16:00 WIB meleset menjadi sekitar jam 20:00 WIB. Tak mengapa terlambat, yang terutama adalah perjalanan ini akan mempertemukan kami dengan Papie, kakak-kakak, keponakan-keponakan dan keluarga yang lain di Bandung. Alhamdulillah perjalanan ke Bandung lancar. Kendala hanya pada saat antri panjang menjelang gerbang tol Padalarang Barat. Tanpa kendala kami tiba di rumah kakak pertama di Sarijadi hanya beberapa menit setelah jam 23:00 WIB. Papie telah menunggu kami dengan penuh harap. Demikian juga dengan kakak ketiga saya dan sejumlah keponakan. Lebaran di Bandung telah menjadi pengulangan "ritual mudik" yang biasanya kami lakukan pada awal tahun 1990an. Ya, kami hampir selalu berlebaran di Bandung. Namun setelah kondisi kesehatan Mamie menurun, sejak awal 2000an kami selalu berlebaran di rumah Mamie dan Papie di kawasan Kalibata. Ini Lebaran kedua di Bandung setelah Mamie tercinta wafat di Bandung pada 17 Maret 2009. Sesuai wasiat Mamie, hari-hari akhir hingga wafat dan pemakaman Mamie ditunaikan di Bandung. Kebetulan kompleks pemakaman Mamie dapat dijangkau dengan jalan kaki hanya beberapa menit saja dari rumah kakak pertama. Ini pulalah yang menjadi pertimbangan Papie untuk masih tetap tinggal di Bandung sejak tahun lalu. Kami rela dan menghormati keputusan Papie meski rasa rindu selalu menyeruak di hati. Dan besok pagi-pagi kami akan berziarah ke makam Mamie, memanjatkan doa kepada Allah SWT untuk memohonkan ampunan atas segala dosa dan khilaf yang Mamie lakukan, sengaja ataupun tidak sengaja selama hidupnya.

Meski kami merayakan Lebaran di rumah orang tua, namun my lovely wife, Andra selalu memasak menu khas Lebaran meskipun dalam jumlah terbatas. Mengapa? Hahaha, jelas karena sebagai anak muda kamilah yang berkunjung ke rumah orang tua dan kakak-kakak kami. Andra selalu masak menu khas Lebaran meski hanya kami berdua yang menikmatinya. Tidak open house, tidak ada tamu. Kami selalu meninggalkan rumah segera setelah shalat Ied dan baru pulang ke rumah lewat tengah malam. Inilah enaknya menjadi pasangan muda, tidak perlu mencuci peralatan bekas makan, hehehe...

Menu Lebaran yang pasti Andra masak pasti menjadi kesukaan saya. Sebut saja ketupat, sayur rebung kacang panjang plus iga, entah itu dimasak sayur lodeh atau gule (tahun ini gule rebung kacang panjang plus iga), rendang daging dan paru sapi, serundeng dan kerupuk ikan merk "Lumba-lumba" khas Rembang. Begitu melihat ketupat dengan lauknya, duh mana bisa saya menahan selera untuk segera menyantapnya. Andra juga selalu membuat sendiri kue-kue kering. Sejak awal pernikahan kami Andra sudah membuat dan menjual kue-kue buatan sendiri dalam jumlah terbatas. Mengapa terbatas? Sebagai insan yang konsisten pada resep dan takaran, Andra tidak pernah "mengganti" bahan-bahan kue dengan bahan-bahan yang lain dengan tujuan tertentu. Konsekuensinya tentu saja pada harga jual kue. Namun secara kualitas, kue-kue buatan Andra selalu stabil pada cita rasa dan penampilannya. Tidak akan pernah ditemukan rasa penyedap "Royco" dan garam misalnya untuk menyerupai rasa gurih keju. Semua bahan diolah dengan hati mendalam, meski Andra harus rela tidur menjelang sahur. Andra membuat segera sepulangnya dari kantor. Kue yang dibuat tidak terlalu banyak macamnya. Andra dikenal pada cita rasa nastar dan kaastengels. Isi nastar ia buat sendiri, mulai dari memilih nanas, mengupas, membersihkan, memarut dan memasak dengan rempah tertentu. Selain itu ada juga dark chocolate cookies dan peanut butter cookies. Pada hari-hari menjelang Lebaran Andra biasanya baru membuatkan pesanan brownies dan klappertaart agar hasilnya tetap masih fresh. Untuk membuat itu semua Andra tidak pernah ngoyo, apalagi sampai mengejar target jumlah yang harus dijual. Tidak ada stock kue di rumah. Semua dimasak hanya sesuai pesanan. Harga yang lebih tinggi tidak pernah mempengaruhi jumlah pesanan setiap tahunnya. Analoginya, kita tidak pernah meminta tester untuk kue-kue yang dijual di toko-toko kue terkenal kan? Kita langsung membeli karena yakin akan kualitas rasa di toko kue tersebut.

Tahun ini Andra ingin menghadirkan suasana Lebaran di Jawa ke dalam rumah kami. Tradisi di Jawa biasanya tidak menyediakan menu ketupat, opor dan lain-lain pada Lebaran Iedul Fitri. Saya masih ingat pada pengalaman masa kecil, setiap kali merayakan Lebaran di rumah Eyang di Probolinggo, Jawa Timur, yang disajikan adalah aneka kue-kue jajan pasar. Makanan yang ada adalah makanan biasa, bukan ketupat lengkap. Berkali-kali kami menerima hantaran dalam rantang bertingkat atau wadah tradisional lainnya yang berisi aneka kue. Eyang juga selalu mengirim aneka hantaran kue kepada tetangga atau para sahabat. Barulah pada seminggu setelah Iedul Fitri dirayakan Lebaran Ketupat. Pada Lebaran Ketupat kita akan menikmati menu khas Lebaran ini dalam formasi lengkap. Sejalan perjalanan waktu, kebiasaan menyajikan ketupat lengkap beralih pada 1 Syawal, seperti dilakukan oleh masyarakat di kota-kota besar.

Pada Lebaran Ketupat khusus tahun ini di rumah mungil kami, kemarin sepulang dari kantor Andra langsung memasak ketupat, (lagi) gule rebung kacang panjang plus iga sapi, gule gajeboh dan menyajikan rendang paru yang masih tersisa sejak Lebaran seminggu lalu. Kenapa selalu ada sayur rebung? Hehehe...itu semua karena saya sangat menyukai masakan berbasis rebung. Untuk praktisnya, Andra selalu memakai rebung dalam kemasan kaleng merk "Ma Ling" buatan Cina. Jelas praktis karena kita bisa langsung memasak rebung siap pakai ini. Tidak perlu merebus dan mengganti airnya berkali-kali agar bau khas rebung hilang dan enak dimakan. Jangan heran ya bila tidak tersaji menu opor ayam. Meski opor ayam mudah memasaknya, namun kami bisa memasak dan menikmatinya kapan saja.

Week-end ini saya punya kesibukan di kantor mempersiapkan dokumen penawaran untuk tender minggu depan. Tidak mau rugi, meski kemarin malam pulang jam 23:00 WIB saya langsung makan menu Lebaran Ketupat buatan isteri sendiri. Tadi pagi pun saya sarapan menu yang sama, hehehe... Asal tahu saja, saya memang penggemar ketupat ataupun lontong. Di mall atau foodcourt, meski telah memesan makanan, begitu mata melihat ada ketupat sayur ataupun ketupat cap go meh saya bisa langsung membatalkan pesanan dan mengganti dengan ketupat, hahaha...

Yang sangat berkesan, saat berlebaran di rumah Uwak di Bandung adalah dimasakkan tekwan secara segera. Fresh from the kitchen! Kami bahkan berfoto-fotoan di dapur saat Uwak dan kakak sepupu sedang memasak tekwan. Juga dihidangkan lontong dengan sayur nangka, opor ayam dan....... rendang rusa, yang dikirim langsung dari Pendopo, Sumatera Selatan. Juga aneka kue khas Palembang yang jarang kami temui di hari biasa. Sayang keterbatasan waktu membuat kami tidak bisa berlama-lama di Bandung. Minggu 11 September 2010 sekitar jam 11:00 WIB kami meninggalkan Bandung untuk melanjutkan silaturrahmi dengan keluarga yang lain.

Meski kami sempat berlebaran singkat di Bandung, namun tidak sempat berkunjung ke rumah teman-teman semasa SMA dan SMP dulu. Insya Allah di tahun-tahun mendatang kami bisa membagi waktu Lebaran dengan lebih baik dari yang sudah-sudah. Selamat Hari Raya Iedul Fitri 1 Syawal 1431 Hijriyah. Minal aidin walfaidzin. Mohon maaf lahir dan batin. (Moh. Adjie Hadipriawan, Sabtu 18 September 2010, pukul 20:06 WIB).

Tuesday, June 08, 2010

Gara-gara Facebook

Ya ampun! Posting terakhir saya di blog ini pada tanggal 9 September 2008. Hampir dua tahun saya tidak menulis di blog. Produktivitas menurun? Tidak ada ide menulis? Semua bisa dengan tegas saya jawab tidak. Saya menyukai aktivitas menulis dan membaca sejak masa remaja. Ke mana saja dirimu, 'Djie? Bayangkan di tahun 2009 kamu sama sekali tidak menulis. Jauh dari kebiasaanmu. Maafkan diriku (sendiri). Maafkan teman-teman yang mungkin suka "mengintip" baca di blog ini.

Perlu berpikir jernih untuk mengungkap tuntas sebab-musabab diriku tidak produktif di blog. Padahal saya tidak hanya mengelola blog ini saja. Anehnya, koq tidak ada complain dari teman-teman ya? Jangan-jangan mereka juga sudah tidak produktif menulis. Nggak mungkin, ah.

Usut par usut. Jujur ya. Setelah melewati masa perenungan panjang. Ternyata diriku tidak produktif menulis di blog karena pengaruh jaringan sosial yang lain. Sangat akrab dengan kita semua. Apa itu? Jawabnya, hahaha, teman keseharian kita ciptaan Zuckenberg. Ya betul. Facebook telah mengalihkan kebiasaan berkomunikasi massa. Maklum facebook lengkap dengan info diri yang menyebabkan teman sekolah saat SD maupun kuliah yang telah berdekade tidak ketemu menjadi ketemu di dunia maya. Lengkap dengan foto-foto dan cerita-cerita singkat. Kita dan teman-teman kita cukup melihat foto dan membaca status singkat, maka memori kita akan melayang-layang ke masa lalu dan bercerita sendiri tentang rangkaian kejadian-kejadian. Begitu kangen untuk kumpul-kumpul lagi. "Sono, 'Djie", ucap seorang teman SMA di Bandung. Akhirnya bisa ditebak. Copy darat. Reuni teman SD, reuni teman SMP, reuni teman SMA dan kuliah. Berkomunikasi melalui facebook memang mempunyai keunggulan dibandingkan dengan blog yang cenderung "menunggu" response basis massa kita.

Harus ada komitmen baru untuk menulis di blog seperti biasanya. Ayo ah, jangan terlena begitu. "Maapin aye ye blog. Ntar aye aktip lagi". Nantikan hari-hari bersama blog (juga). See you guys. (Moh. Adjie Hadipriawan)

Tuesday, September 09, 2008

Buku


Adalah seorang adik kelas di Fabiona yang ketika terjadi pergantian semester memburu diktat Praktikum Anatomi Hewan milik saya. Sebagai pecinta buku, saya memperlakukan diktat itu dengan sangat baik. Tidak ada satupun lembaran buku yang terlipat seperti kebiasaan sebagian orang sebagai tanda pengingat halaman. Catatan-catatan tanganpun tertulis dengan rapih. Sejujurnya, ini masalah kebiasaan dan apresiasi terhadap milik sendiri. Namun apa yang terjadi saat pergantian semester berikutnya? Adik kelas itu, cowoq berinisial AN, tak kunjung mengembalikan diktat saya. Padahal teman-teman lain sudah menerima pengembalian diktat yang dipinjam adik kelas. Beberapa hari kemudian saya mendapat kabar. Konon si adik kelas memang sudah berniat mengembalikan ke saya. Dia membawa diktat saya. Namun karena tidak bertemu saya, dititipkan ke warung rokok pak Halim. Kenapa dititipkan? Nampaknya repot membawa-bawa barang bukan milik sendiri. Hasilnya sampai detik ini saya menulis, diktat itu tidak pernah sampai ke tangan saya.

Antara tahun 1987 dan 1988, Fakultas Biologi Universitas Nasional punya ensemble group, yaitu sekumpulan pemain gitar klasik. Ada Eka Damayanti (’87), Indah (’86), Adjie (’84), Beebach (’84) dan Chacha (’82). Mereka sempat tampil dalam beberapa acara di kampus Bio. Jadilah kami saling tukar-menukar partitur lagu-lagu klasik. Ada yang dalam bentuk diktat dari sekolah musik, photo copy-an dan buku. Kebetulan saat masih SMP di Bandung saya dihadiahi oleh kakak saya buku pelajaran gitar klasik karangan Mateo Carcassi (1792 – 1853), judulnya ”Complete Method for the Guitar”. Buku ini sangat bagus, bergambar muka lukisan klasik. Edisi luks. Yang paling istimewa karena buku itu adalah hadiah ulang tahun saya.

Tampaknya ada semacam ”euphoria” kecil dengan tampilnya kelompok gitar klasik ini. Beberapa teman lintas angkatan ikut belajar main gitar secara praktis di kampus. Salah satu yang ”serius” ingin bisa main gitar adalah kakak kelas, cowoq berinisial FB. Tidak tanggung-tanggung, dia pinjam buku Mateo Carcassi dan sebuah diktat dari Yayasan Musik Bandung untuk diphoto copy. Melihat gelagat seriusnya, hati saya luluh dan meminjamkan. Eng ing eng. Sejarah berulang. Setelah ditagih berulang-ulang, hingga detik ini saya menulis artikel ini, buku kecintaan saya Mateo Carcassi tidak kembali. Di mana letaknya rasa tanggung jawab dan rasa ikut memelihara barang bukan milik sendiri? Sedihnya tak terkira. Apalagi ada ucapan selamat dari kakak saya di halaman dalam buku itu.....

Saat adik-adik kelas seangkatan my lovely wife, Andra, sedang menulis skripsi, pinjam-meminjam textbook tak terhindarkan. Sebagai salah satu pembimbing bidang studi Planktonologi, saya punya photo copy textbook pengenalan plankton karangan Darling. Buku itu saya pesan di perpustakaan asing terkenal di jalan Jenderal Sudirman Jakarta. Minggu malam, IKH, seorang cowoq adik kelas seangkatan Andra menelepon dengan maksud mau meminjam textbook Darling untuk dikutip dalam skripsinya. Saya berjanji akan memberi dua hari lagi. Maklum buku itu sempat dipinjam adik-adik kelas peserta bidang studi Planktonologi dalam Studi Pengenalan Lapangan (SPL) di Cikepuh. Jadi harus dicari dulu.

Rasanya belum kering kerongkongan saya, tiba-tiba bel rumah berbunyi. Pembantu bilang, ada cowoq agak gemuk bersepeda mencari saya. Ternyata si IKH itu tadi. Memang dia tinggal di Pejaten. Tidak terlalu jauh menempuh perjalanan ke Kalibata dengan sepeda. Lho, tapi bukannya setengah jam tadi saya sudah janjian akan meminjamkan dalam dua hari? Saya kan harus mencari dulu di kotak mana textbook itu di simpan? Dengan sabar si adik kelas menunggu saya selama satu jam untuk akhirnya mendapatkan buku itu. ”Mas Adjie, aku pinjam sebentar aja karena mau di-photo copy bagian-bagian yang penting saja”, janjinya. Sudah bisa menduga hasilnya kan? Sampai diwisuda menjadi sarjana, kerja dan kadang bertemu di resepsi anak Bio ataupun di Mal, tak sedetikpun ia ingat akan janjinya untuk mengembalikan buku yang katanya mau dipinjam sebentar itu. Ditagih? Ah, sudah bosan dilupakan.

Saya yang sangat terpukul karena tahun lalu kehilangan sekitar 400 judul buku dan sekitar 500 majalah hanya bisa menyayangkan. Memang, ada kalanya kita dihadapkan pada situasi membutuhkan bantuan orang lain. Seharusnya ya sadar diri saja. Jadilah orang yang bertanggung jawab. Terlebih lagi di balik momentum penting sejarah hidup mereka, ada peran saya yang mereka lupakan.

Akhirnya saya hanya bisa mengingat pepatah yang sering saya goreskan di buku-buku saya sendiri (tapi tidak pada ketiga buku yang tak jelas nasibnya itu). ”Meminjamkan buku adalah perbuatan orang bodoh. Namun mengembalikan buku pinjaman adalah perbuatan orang gila”. Miliki dan peliharalah buku milik sendiri! Kalau perlu kita bersikap pelit untuk tidak meminjamkan buku, namun bagilah ilmunya.


(Moh. Adjie Hadipriawan, Jakarta, 10 September 2008, pukul 11:34 WIB)
Pics : taken from http://sologuitarist.net/

Monday, September 08, 2008

Kue Lebaran

Setiap kali memasuki bulan suci Ramadhan, saya selalu menemukan dilema di hati. Apa gerangan? Adalah hal yang umum bila di kantor selalu ada semacam bursa kue-kue kering Lebaran. Kue-kue itu dibuat oleh isteri, anggota keluarga atau kenalan karyawan. Tidak hanya satu. Tapi dari beberapa karyawan sekaligus. Masing-masing mengunggulkan kue produksinya dengan harga yang kompetitif. Beli atau tidak beli ya?

Masalah yang saya hadapi bukan ”beli atau tidak beli”. Tapi lebih kepada ”mengapa beli?”. Ini tidak lain karena hobi yang dimiliki my lovely wife, Andra, yaitu memasak dan membuat kue-kue. Cukup relevan kan melihat dilema yang saya hadapi?

Di tahun-tahun awal pernikahan kami saat Andra belum terlalu sering membuat kue, saya pernah mencoba memesan kue-kue kering Lebaran pada salah seorang karyawati kantor lama. Memang, saya sudah pindah kerja namun saya tahu si mbak punya saudara yang kerap membuat kue-kue kering. Namun oleh teman yang lain saya diarahkan ke karyawati yang lain. ”Bikin sendiri ’Djie”, katanya melalui telepon. Gak enak nolak, saya iakan jadinya. Beli terpaksa? Hehehe.... Mau nyoba aja koq.

Jadilah saya memesan dan mengambil sendiri pesanan tersebut. Kue-kuenya cantik di dalam kemasan berhias tema Lebaran. Saat dicicipi di hari Lebaran, lho...., koq anyep? Waduh, siapa pun pasti akan berkomentar yang sama. Dari pada dibilang gagal bikin kue sendiri, mendingan disimpan aja di lemari. Nyesal juga. Tapi ada pelajaran. Jangan pernah menilai sesuatu dari penampilannya. Dan ikuti kata hati. Kan sudah biasa memilih sendiri.

Kembali pada kemampuan Andra membuat kue-kue. Sebagian besar kemampuannya itu diperoleh secara otodidak, alias cuma baca resep dari buku-buku. Andra sangat mengutamakan kualitas. Dia tidak pernah mengorbankan rasa demi memperoleh kuantitas lebih untuk dipasarkan. Andra patuh pada resep. Contoh kecil, Andra tidak pernah membuat kaajstengel yang menggunakan keju kotakan biasa, menambahkan garam bahkan menambahkan penyedap rasa sebagai pengganti rasa keju edam. Andra pasti memakai keju edam berapapun harganya. Tau sendirilah harga-harga semua kebutuhan pasti naik menjelang Lebaran.

Hal lain yang membedakan adalah Andra tidak pernah gembar-gembor apalagi sampai membawa-bawa sample ke kantor. Semua berlangsung secara alamiah dari mulut ke mulut. Tentu karena menggunakan bahan-bahan asli dan pilihan akan berpengaruh pada harga jual. Beragam jenis kue-kue itu Andra jual dengan harga yang sangat jauh di atas harga kue-kue umumnya. Apa ada yang beli? Ada! Tentunya pembeli dari segmen tertentu yang tidak mempedulikan harga namun sangat memperhatikan kualitas kue.

Hal terakhir yang membedakan Andra dengan pembuat kue amatiran lainnya adalah Andra tidak pernah memaksakan diri membuat kue untuk dijual. Andra hanya menerima pesanan. Tidak ada stok kue di rumah yang nantinya ditawar-tawarkan agar laku. Namanya juga cuma hobi. Ada pesanan kue dibuat. Kalaupun membuat tidak berdasarkan pesanan itu semata untuk suguhan di rumah saja. Atau sebagai bingkisan Lebaran untuk orang tua dan mertua.

Meski punya kemampuan membuat kue-kue, Andra lebih senang membuat kue-kue besar dari pada kue-kue kering. Tapi dia tidak pernah menolak pesanan. Jangan sampai menolak rezeki. Semua Andra buat dengan penuh perhatian. Belanja bahan sendiri, mengadon sendiri, memarut dan memasak isian kue, entah itu dari buah nanas, apel ataupun kurma; memanggang dan menyusun ke dalam stoples sendiri. Kadang saat saya terbangun menjelang sahur, Andra baru selesai memanggang kue. Paginya tetap berangkat ke kantor seperti biasa. Saya sih hanya bisa menghabiskan chocolate stick persediaan bahan kue-kue Andra hahaha.....

Lucunya, saya perhatikan pesanan lebih banyak saat Natal dan Tahun Baru dibandingkan Lebaran. Komposisinya bisa 2:1. Percaya saja pada rezeki yang sudah diatur oleh Allah SWT.

Kembali pada dilema di atas tadi. Pagi ini saya sudah menerima sekantung kecil cantik sample aneka kue-kue kering. Beli gak ya? Atau kenapa harus beli? Hehehehe....


(Moh. Adjie Hadipriawan, Selasa, 9 September 2008, pukul 13:19 WIB)

Thursday, August 28, 2008

Nutrition Updates

Dear my friends,

Artikel berbahasa Inggris ini dikutip dari forwarded email dari my lovely wife, Andra, yang bergabung di milis femina & friends. Andra memang termasuk aktif mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh majalah Femina - terbit mingguan di Jakarta setiap hari Senin - yaitu sejak bergabung dalam Klub Dapur Femina (KDF) tahun 1997. Hampir setiap bulan Andra mengikuti cooking class yang diadakan KDF di berbagai restoran dan hotel ternama. Bahkan Andra juga mengikuti cooking class yang diadakan femina secara eksklusif di Bangkok, Thailand.
Ceritanya, karena rajin mengikuti acara femina, kadang sosok Andra muncul dalam bentuk foto-foto kegiatan di majalah. (Ssttt...., kadang ada foto saya juga lho saat ikut mendampingi Andra, hehehe). Apalagi foto Andra pernah muncul sendirian sebagai Penguji Resep Femina. Uniknya, berbagai aktivitas itu bisa mempertemukan Andra dengan teman lamanya di SD Ambengan, Surabaya. Mereka telah terpisah sangat lama. Sang teman menghubungi redaksi femina dan akhirnya mereka dapat menjalin silaturrahmi lagi.
Beberapa tahun belakangan KDF bermetamorfosis menjadi Klub Kuliner Femina, dan terakhir menjadi femina & friends. Mengapa femina & friends? Ternyata majalah femina tidak ingin membatasi kegiatan anggota klubnya hanya di dunia dapur, namun juga kesehatan, pendidikan, keluarga, kecantikan, investasi dan lain sebagainya. Meski demikian, Andra masih tetap rajin mengikuti cooking class yang diadakan oleh sejumlah hotel dan restoran di Jakarta. Memang, isteriku hobinya memasak. Sementara saya hobi makan. Klop deh. Hehehe...

Ketika artikel ini saya forward ke milis Fabiona, rekan kita Fachruddin menganjurkan saya untuk memasukkan ke blog fabiona84, mengingat manfaatnya yang besar bagi kesehatan kita semua. Semoga bermanfaat.


TO PREVENT STROKE DRINK TEA! Prevent buildup of fatty deposits on artery walls with regular doses of tea. (actually, tea suppresses my appetite and keeps the pounds from invading.... Green tea is great for our immune system)!
INSOMNIA (CAN'T SLEEP?) HONEY! Use honey as a tranquilizer and sedative.
ASTHMA? EAT ONIONS!!!! Eating onions helps ease constriction of bronchial tubes. (when I was young, my mother would make onion packs to place on our chest, helped the respiratory ailments and actually made us breathe better).
ARTHRITIS? EAT FISH, TOO!!Salmon, tuna, mackerel and sardines actually prevent arthritis. (fish has omega oils, good for our immune system)
UPSET STOMACH? BANANAS - GINGER!!!!! Bananas will settle an upset stomach. Ginger will cure morning sickness and nausea.
BLADDER INFECTION? DRINK CRANBERRY JUICE!!!! High-acid cranberry juice controls harmful bacteria.
BONE PROBLEMS? EAT PINEAPPLE!!! Bone fractures and osteoporosis can be prevented by the manganese in pineapple.
PREMENSTRUAL SYNDROME? EAT CORNFLAKES!! !! Women can ward off the effects of PMS with cornflakes, which help reduce depression, anxiety and fatigue.
MEMORY PROBLEMS? EAT OYSTERS! Oysters help improve your mental functioning by supplying much-needed zinc.
COLDS? EAT GARLIC! Clear up that stuffy head with garlic. (remember, garlic lowers cholesterol, too.)
COUGHING? USE RED PEPPERS!! A substance similar to that found in the cough syrups is found in hot red pepper. Use red (cayenne) pepper with caution-it can irritate your tummy.
BREAST CANCER? EAT Wheat, bran and cabbage Helps to maintain estrogen at healthy levels.
LUNG CANCER? EAT DARK GREEN AND ORANGE AND VEGGIES!!! A good antidote is beta carotene, a form of Vitamin A found in dark green and orange vegetables.
ULCERS? EAT CABBAGE ALSO!!! Cabbage contains chemicals that help heal both gastric and duodenal ulcers.
DIARRHEA? EAT APPLES! Grate an apple with its skin, let it turn brown and eat it to cure this condition. (Bananas are good for this ailment).
CLOGGED ARTERIES? EAT AVOCADO! Mono unsaturated fat in avocados lowers cholesterol.
HIGH BLOOD PRESSURE? EAT CELERY AND OLIVE OIL!!! Olive oil has been shown to lower blood pressure. Celery contains a chemical that lowers pressure too.
BLOOD SUGAR IMBALANCE? EAT BROCCOLI AND PEANUTS!!! The chromium in broccoli and peanuts helps regulate insulin and blood sugar.
HEADACHE? EAT FISH! Eat plenty of fish -- fish oil helps prevent headaches. So does ginger, which reduces inflammation and pain.
HAY FEVER? EAT YOGURT! Eat lots of yogurt before pollen season. Also-eat honey from your area (local region) daily.
Kiwi: Tiny but mighty. This is a good source of potassium, magnesium, Vitamin E &fiber. It's Vitamin C content is twice that of an orange.
Apple: An apple a day keeps the doctor away? Although an apple has a low Vitamin C content, it has antioxidants &flavonoids which enhances the activity of Vitamin C thereby helping to lower the risks of colon cancer, heart attack & stroke.
Strawberry: Protective fruit. Strawberries have the highest total antioxidant power among major fruits &protects the body from cancer causing, blood vessels clogging free radicals. (Actually, any berry is good for you..they're high in anti-oxidants and they actually keep us young....... ..blueberries are the best and very versatile in the health field....... .they get rid of all the free-radicals that invade our bodies).
Orange: Sweetest medicine. Taking 2 - 4 oranges a day may help keep colds away, lower cholesterol, prevent & dissolve kidney stones as well as lessen the risk of colon cancer.
Watermelon: Coolest Thirst Quencher. Composed of 92% water, it is also packed with a giant dose of glutathione which helps boost our immune system. They are also a key source of lycopene - the cancer fighting oxidant. Other nutrients found in watermelon are Vitamin C &Potassium. (watermelon also has natural substances [natural SPF sources] that keep our skin healthy, protecting our skin from those darn suv rays).
Guava & Papaya: Top awards for Vitamin C. They are the clear winners for their high Vitamin C content. Guava is also rich in fiber which helps prevent constipation.
Papaya is rich in carotene, this is good for your eyes. (also good for gas and indigestion).
Tomatoes are very good as a preventative measure for men, keeps those prostrate problems from invading their bodies.
Forward this to all your Friends, Let Everybody live a Healthy Life.
(Moh. Adjie Hadipriawan, 29 Agustus 2008, 08:40AM)
Source:
From: E A Subject: Fw: [femina & friends] Nutrition UpdatesTo: "Adjie Hadipriawan" Date: Tuesday, August 26, 2008, 6:02 PM

Thursday, July 17, 2008

Mulut berapi, perut bergolak

Kenapa judulnya begitu? Ya. Karena memang ada kaitannya dengan ”mulut” dan ”perut”. Tapi mengapa ”berapi” dan ”bergolak”? Nah itu yang mau diceritakan.

Karena tergolong Pujanda Kesuma (Putera Jawa Sunda Kelahiran Sumatera), ternyata cukup banyak ”identitas” Sumatera yang mewarnai keseharian saya. Ada beberapa contoh. Misalnya, karena sesuatu sebab saya harus berbicara dengan cepat maka logat saya cenderung ”Sumatera”. Dalam ucapan cepat saya menyebut angka ”empat” seolah menyebut kata ”ampak”. ”Sedikit” secara cepat diucapkan sebagai ”sikit”. Itu hanya sebagian contoh.

Dalam hal selera makan, lidah saya cenderung Sumatera. Toleransi yang tinggi terhadap pedas dan rempah. Selain penyuka masakan rumahan ala Jawa dan Sunda, saya juga sangat menyukai hidangan Sumatera dari berbagai propinsi. Gule, kari, asam padeh, cuko pasti suka. Masakan Aceh, Melayu Deli, Padang (Minang), Melayu Riau, Palembang, Bangka Belitung semua saya suka. Sejak lahir yang pertama tertanam dalam memori saya tentang sate ya sate Padang yang pedas itu. Saya tidak pernah menemukan sama sekali Sate Blora, Sate Madura, Sate Ponorogo, Sate Cilacap, Sate Bandeng dan sate-sate dari wilayah Nusantara lainnya di daerah kelahiran saya. Paling variasinya sate kambing saat musim Haji dan kalau beruntung dapat bagian hasil buruan ya sate rusa.

Untuk urusan pedas dan asam wah saya benar-benar suka. Meskipun pada saat masih anak-anak saya sering mencuci daging ”gule cincang” di bawah air keran. Saya tidak terlalu peduli apakah bahan utamanya daging sapi, ayam, kambing atau rusa. Yang penting olahannya khas Sumatera. Kelak di ujung ”tanah leluhur” di pulau Jawa, saya menemukan kemiripan cita rasa asam dan pedas itu dengan rasa asam, manis dan pedasnya masakan Thailand. Untuk hidangan yang terakhir ini pun saya suka.

Dalam beberapa kali kesempatan melawat ke Thailand bersama my lovely wife, Andra, saya sangat bersemangat memakan hidangan Thailand. Tahu sendirilah, selain daging merah dan unggas, menu Thailand sangat menonjol pada favorit saya yaitu seafood dan ikan sungainya. Semua sangat spicy, asam, manis, dan ........pedas! Pada awal-awal kunjungan semua makanan yang boleh saya makan meluncur dengan derasnya melalui tenggorokan menuju lambung. Tak disangka-sangka, si mulut ”berapi” ini keok di bagian lambung. Jadilah saya mengkonsumsi bekal obat sakit perut yang selalu dibawa bila bepergian. Itupun masih dibantu dengan obat-obatan dari teman seperjalanan yang kebetulan seorang dokter senior. Bergolak ya perutnya?

Dulu, ketika pindah dari Lirik, sebuah kota minyak di propinsi Riau ke Bandung untuk melanjutkan SMP, saya melahap sepotong tahu goreng dengan 7 sampai 8 cabe rawit. Saat makan dengan menu biasapun saya suka mengunyah cabe rawit layaknya lalap. Mengerikan? Biasa aja ah (deuuuuhhh...). Memang sih, sekarang kadar pedasnya makin berkurang. Yang masih terus berlangsung adalah melahap sambel seperti menyuap es krim ke mulut. Masakan Manado yang terkenal pedas, masakan Bali, oleh-oleh cabe rawit mungil nan pedas dari Waingapu (Sumba), itik lado hijau (Minang), sambel pecel Lele di Malang, sambel dadak khas Priangan dan Mie Aceh, aaaah, masih bisalah. Makan sepotong mendoan pake 4 hingga 5 rawit masih OK koq.

Namun beberapa tahun belakangan pertahanan lambung saya mulai berkurang. Terjadi pemberontakan di dalam sana. Ibaratnya, ”sekali makan pedes, tau rasa lambung loe”. Dan itu semua proven. Benar-benar terjadi. Setiap kali habis makan siang dengan lauk ikan tude dan sambalnya (saya juluki ”sambal gledek!”), maka sekitar jam empat sore perut mulai memanas. Siap-siap saja ngendon di toilet kantor, secara perjalanan pulang membutuhkan waktu 1.5 sampai 2 jam. Dan pemberontakan itu terus berlanjut hingga esok hari atau bahkan lusanya. Mengatasinya? Tinggal nyeberang rumah ke dokter umum langganan keluarga sebelum berangkat ke kantor. Sampai-sampai saya hapal akan makan obat-obatan apa saja dari sang dokter. Dan dokternya pun hapal dengan sebab-musabab "penderitaan" saya. Lama-kelamaan dokter menyarankan saya memeriksakan diri ke laboratorium klinik. Beliau merasa perlu melihat musabab lainnya. Yang ini gak usah diceritain ya, hehehe.....

My lovely wife, Andra kerap mengingatkan bila melihat saya makan cabe dan sambal berlebihan. Mungkin di matanya mulut saya berapi seperti naga. Sayang shio saya ular bukan naga hahaha...... Tapi dia hapal, setelah makan pedas-pedas saya pasti mengeluh sakit perut dan kembung satu sampai 3 hari. Lama-kelamaan Andra tidak mau mengingatkan lagi. Andra, yang pernah bermukim di Manado nan tersohor akan menu pedasnya saat kecil, berubah menjadi seseorang yang pertama kali meledek ”Rasaiiiiin. Sudah tau lambungnya sekarang begitu.......”. Hiks.

Untuk urusan pedas-pedas begitu, sebenarnya saya masih kalah dari seorang kenalan baik yang sudah saya anggap seperti kakak sendiri. Kalau pesan mie instan rebus untuk sarapan, si mbak ini selalu memborong cabe rawit si penjual. ”Gue bayar rawitnya”, ujarnya setiap kali si pedagang mengkhawatirkan stok cabe rawitnya pagi itu. Jadilah di mangkuk itu terhidang ”Cabe Rawit Kuah pake Mie Instan”. Yang lebih norak, dalam sejumlah kesempatan makan di Japanese Restaurant, dia ”memaksa” pelayannya untuk membeli satu ons cabe rawit di supermarket terdekat.

Jadi begitulah kisahnya kenapa saya memberi judul tulisan ini ”Mulut Berapi, Perut Bergolak”. Sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga. Sekuat-kuatnya mulut saya melahap yang pedas-pedas akhirnya perut juga yang memberi tanda. ”Kau sudah tak kuat pedas lagi”. Titik!

(Moh. Adjie Hadipriawan, Kamis, 17 Juli 2008, pukul 20:20 WIB)
Pic. : Wikipedia The Free Encyclopedia

Monday, June 30, 2008

Kangen Lotek

Meski kelahiran kota kecil bernama Lirik di propinsi Riau, namun sebagian masa sekolah saya hingga SMA berdomisili di Bandung. Setelah lulus kuliah saya melanjutkan kuliah di Jakarta yang berlanjut hingga sekarang. Di masa kuliah saya masih sering "mudik" ke Bandung. Begitu juga setelah bekerja dan berkeluarga, Bandung selalu menjadi tujuan pilihan untuk berlibur. Namun lima tahun belakangan saya sudah sangat jarang ke Bandung. Bahkan di tahun 2006 saya sama sekali tidak sempat ke Bandung. Di tahun-tahun lainnya, paling hanya sekali dua kali ke Bandung. Wajarlah bila saya sering kali terheran-heran melihat perkembangan kota Bandung yang sangat pesat dalam segala hal. Mulai dari fisik bangunan, macetnya, pertambahan jalur-jalur searah, hotel-hotel dan tempat-tempat makan baru. Barulah di tahun 2008 saya berkesempatan ke Bandung berkali-kali untuk berbagai kebutuhan.
Salah satu makanan yang saya kangeni karena belum pernah saya temukan yang pas di Jakarta adalah lotek. Menu sayuran rebus bersaus kacang uleg dan rempah-rempah kategori salad ini mirip gado-gado. Setiap ada tempat makan di Jakarta yang menyediakan lotek, selain jarang, pasti rasanya tidak mirip aslinya di Bandung. Lebih gampang menemukan gado-gado dan karedok. Untuk gado-gado, Jakarta memang jagonya.
Bulan April lalu saat ke Bandung untuk mempersiapkan reuni bersama 3 orang teman SMA yang tinggal di Jakarta, saya mengungkapkan rasa kangen akan lotek. Saking seringnya membayangkan lotek di sepanjang tol Jakarta - Cikampek dan Cipularang, salah seorang teman menelepon ke teman yang tinggal di Jakarta. "Si Adjie nih ngidam lotek. Yang enak di mana?". Yang di Bandung terheran-heran. Kangen koq "cuma" dengan lotek? Paling dibilang norak, atau malah selera kampungan hahahaha.....
Begitu keluar pintu tol Buah Batu, saya telepon teman yang sedang menanti kami di Bandung. "Gue sarapan lotek dulu ya. Di Buah Batu yang enak di mana?". "Loe aneh-aneh aja sih. Di mana ya? Hmmm, cobain lotek Buah Batu aja deh". "Di mananya Trina nih, sebelum atau sesudah?". Agak ragu, dia menjawab, "Sesudah". Tapi lanjutnya segera, "Trina kan sudah gak ada 'Djie. Udah lama lagi. Sekarang gantinya Hero". Ya ampun baru tersadar. Ternyata sudah lama sekali saya tidak bertualang ke Buah Batu, tempat tinggal saya dulu di Bandung. Gile beneeerrr....
Lotek Buah Batu terletak di kanan jalan bila kita dari arah tol Buah Batu atau By Pass. Cuma warung kecil dengan dua orang pembuat lotek. Cuma ada meja kecil dan beberapa kursi plastik. Segera saya pesan yang pedasnya sedang saja. Begitu pesanan datang, waduh serasa orang yang sudah lama tidak bertemu. Lahap sekali. Nikmat. Aroma kencurnya cukup terasa. Seimbang dengan rasa yang ditimbulkan dari bahan lainnya seperti kacang goreng, gula Jawa, cabe cengek, asam Jawa dan lain-lain. Tingkat kematangan sayuran rebusnya sangat pas. Duh saus kacang berempah ini mlekoh. Sedikit panik makannya karena bener-bener kangen.
Setelah itu semua habis dimakan, saya bersyukur dalam hati. Finally, saya menemukan lagi rasa yang sudah lama hilang. Lotek, oh lotek.
(Moh. Adjie Hadipriawan, Ngopi Doeloe cafe - Bandung, 30 Juni 2008, pukul 19:17 WIB)