Thursday, March 13, 2008

TERAPI BEKAM

Bertemu Ismanto pada acara Silaturrahmi Fabiona Angkatan ’84 dan Keluarga di rumah Teja bulan Mei 2007 bagi saya benar-benar reuni pertama sejak pertemuan terakhir dengan beliau. Bayangkan, sejak diwisuda pada November 1990 saya hanya sempat dua kali bertemu dengan Ismanto. Pertama, saat menghadiri pernikahannya. Kedua, saat isterinya baru melahirkan. Saya lupa tahunnya, tapi pasti di awal 1990an. Sejak itu sama sekali tidak pernah bertemu lagi.

Ketika pertama melihat sosoknya hadir di acara, saya tahu banget itu pasti Ismanto. Yang membuat saya pangling, sangat pangling bahkan, adalah postur tubuhnya yang sudah sangat jauh berbeda dibanding saat kuliah dulu. Dalam gambaran saya, saya akan bertemu dengan Ismanto yang, yaaa, paling sedikit berisi. Seperti saya (deeee, hahaha). Masih ingat kan teman-teman, dulu Ismanto berpenampilan kecil ibarat batang korek api? (Sorry ya Is, jangan ngambek).

Alangkah shock-nya saya. Ismanto sudah jauh berubah. Ismanto sudah menjelma menjadi Ismanto yang sangat subur! Alhamdulillah. Itu pasti cerminan perjalanan hidup yang berliku. Postur tubuh yang subur dan dengan tujuh putera-puteri, benar-benar kejutan Ismanto untuk saya setelah sekitar lima belas tahun tidak bertemu.

Di sela-sela acara, saya secara khusus mengajak Ismanto ngobrol sambil lesehan di karpet melepas kangen. Ira Jiwid nimbrung. Ternyata Ismanto membuka klinik terapi holistik, hipnoterapi dan herbal di Depok. Namanya Avicenna Therapy Center. Ismanto sempat ”membaca” gejala-gejala penyakit melalui jari-jari tangan kami berdua. Sejalan dengan peningkatan aktivitas dan pertambahan usia tentu kita mulai mengeluhkan ini dan itu yang berkaitan dengan kesehatan. Salah satu yang saya ingat, Ismanto menganjurkan untuk bekam.

Berbulan-bulan sejak acara reuni, tepatnya pada awal November 2007 saya menghubungi Ismanto. Saya utarakan niat untuk mencicipi terapi Ismanto. Jadilah di sore hari awal bulan itu saya datang ke kliniknya. Sebenarnya bukan semata-mata terapi, tapi juga sekalian bernostalgia. Ismanto memutarkan instrumental gitar klasik di kliniknya untuk mengenang permainan gitar saya dulu semasa kuliah. Duh, saya jadi merasa tersanjung yang berlebihan. Ternyata alunan musik itu juga sering dipakai Ismanto untuk menjalankan terapinya.

Ada beberapa keluhan yang berhasil didiagnosa Ismanto dan cocok dengan yang saya rasakan. Misalnya, keluhan pada pencernaan (gila pedes sih hehehe), jejak kolesterol (makan ”enak” melulu sih hihihi) dan ”angin” karena dulu memang penggila minuman bersoda.

Selanjutnya, ayo bekam! Bekam adalah metode pengobatan yang dianjurkan Nabi Muhammad SAW. Pengobatan ini berkali-kali dikisahkan dalam sejumlah hadist. Salah satu rahasia kesehatan Nabi adalah melakukan bekam sebulan sekali. Tentu bukan cuma itu. Nabi rutin berolah raga. Olah tubuh juga dirasakan manfaatnya ketika menjalankan ibadah shalat wajib dan shalat sunnah. Nabi juga sering berperang yang merupakan totalitas olah tubuh, taktik dan nyali. Nabi tidak pernah meniup makanan atau minuman panas. Dan masih banyak lagi. Itu semua dijelaskan dengan santai, jauh dari kesan menggurui.

Saat ini, bekam telah diadopsi dalam dunia kedokteran modern (Barat). Namun SOP-nya sangat panjang dan teliti. Dalam dunia kedokteran modern, metode pengobatan bekam memang digolongkan sebagai tindakan operasi. Sehingga melibatkan sejumlah disiplin ilmu kedokteran untuk memulai, melakukan dan menyudahi ”operasi” ala bekam.

Sesuai dengan diagnosa Ismanto, dengan dibantu asistennya, saya dibekam pada sebelas titik simpul syaraf di belakang tubuh. Pertama-tama, punggung saya dilumuri minyak butbut. Diambil dari sejenis tanaman dari Kalimantan. Selanjutnya, dipasanglah alat ”kop” itu pada titik-titik yang telah ditentukan. Tampak jelas ada jejak ”angin” pada dinding dalam alat kop itu. Mengembun. Lalu kop dibuka dan ”dilukai” dengan alat peluka yang biasa dipakai untuk mengambil sampel darah di jari. Lalu kop dipasang lagi. Menjalani itu semua saya santai saja. Dengar-dengar ada juga yang pertama kali bekam agak stress sehingga pingsan. Waduh, segitunya?

Tindakan selanjutnya, alat-alat kop dicabut dan darah yang terkumpul di dalamnya dibersihkan. Pada saat alat ketiga dicabut, saya minta diperlihatkan seperti apa sih darah berpenyakit itu mengumpul? Alangkah kagetnya saya. Ternyata kental seperti hati ayam! Tahu sendiri kan. Zaman kuliah dulu saya paling gak tega melihat darah kelinci dipakai praktikum. Bukan takut, tapi kasihan kelincinya. Saya minta peristiwa bekam pertama kali ini diabadikan.

Sebulan sekali selama tiga bulan saya menjalani bekam. Alhamdulillah saya merasakan ada perubahan. Mungkin ada faktor sugesti juga. Tapi yang jelas vitalitas tubuh yang sering didera lembur persiapan tender, menghadapi kemacetan ibukota, telat tidur dan kurang olah raga kembali pulih lebih baik.

Meski sudah menjalani terapi bekam tapi jangan menggantungkan kesehatan diri hanya pada bekam saja. Imbangi dengan pola makan dan hidup sehat. Olah raga (kapan ya terakhir saya olah raga? Hahahaha). So, teman-teman. Melihat manfaatnya, nggak takut bekam kan?

(Moh. Adjie Hadipriawan)