Kebetulan sekali, pagi itu Selasa 7 Agustus 2007, I-Radio 89.6 FM di Jakarta sedang mengangkat topik "temuan" 3
stanza / kuplet lagu kebangsaan Indonesia Raya oleh seseorang pakar multimedia bersama sebuah LSM. Minggu-minggu sebelumnya saya sudah baca di koran-koran, media
online detik.com, acara-acara
infotainment dan baca di
running-text di TV-TV swasta tentang topik ini. Saya merasa seolah-olah berita-berita itu mengatakan negara Indonesia "kecolongan". Kesannya Indonesia (baca: Pemerintah) tidak tahu tentang "kebenaran" sejarah lagu kebangsaan
Indonesia Raya ciptaan
W.R. Supratman.
Saya sempat merenung membayangkan masa-masa sekolah saya di
SD Yayasan Perguruan Karyawan Putera (
YPKP), di
Lirik, propinsi
Riau. Memang, dulu saya 6 bersaudara ikut orang tua yang bekerja di sebuah
oil company milik Amerika di propinsi Riau. Bahkan saya dilahirkan di kota Lirik.
Itung-itung Pujakesuma (Putera Jawa Kelahiran Sumatera), atau bisa juga Jandakesuma (anak Jawa Sunda Kelahiran Sumatera, karena Mamie saya berdarah Banten). SD YPKP adalah SD swasta yang didirikan oleh
PT. Stanvac Indonesia (nama
oil company tersebut).
Saat duduk di bangku kelas 6 SD tahun 1977, guru kami saat itu Bapak
M. Khaidir mengajarkan tentang sejarah lagu kebangsaan Indonesia Raya. Termasuk adanya 3
stanza lengkap lebih dari sekedar yang kita kenal selama ini. Sebagai anak SD, kami satu kelas sangat bersemangat mencatat dan menyanyikan Indonesia Raya secara lengkap di dalam kelas. Kami tertawa-tawa membandingkan kata-kata lagu kebangsaan yang biasa dinyanyikan saat upacara dengan versi
stanza 2 dan 3. Namun sayang kini saya sudah lupa dengan naskah
stanza ke 2 dan ke 3 ini. Bagi saya saat itu, ini adalah pelajaran sejarah Indonesia.
Adanya berita-berita heboh tentang "temuan" oleh pakar multimedia ini jelas mengusik rasa tahu yang saya miliki sejak SD itu. Malah sempat diberitakan, "temuan" ini akan memberikan "konsekuensi besar" terhadap perjalanan sejarah bangsa menjelang peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 62 di Istana Merdeka tahun ini.
Begitu penyiar I-Radio FM
M. Rafiq mulai mengangkat topik "temuan" ini bersama pasangannya
Putri Suhendro, saya langsung kirim sms memberi tanggapan. Intinya, berita ini bukan hal baru apalagi mengagetkan. Sejak SD saya dan teman-teman sekelas mempelajari ketiga
stanza lagu Indonesia Raya. Kemana aja si pakar multimedia waktu SD?
Eh, sekitar jam 06:30 masuk panggilan dari nomor tidak dikenal ke HP saya. Sempat saya diamkan. Terus berdering sekali lagi. Kalo dilihat dari nomor kepalanya, itu dari daerah Jakarta Pusat, Thamrin
area. Saya ingat nomor itu karena dulu almarhum adik ipar saya (
Agung Pambudi) juga salah seorang
radio announcer di I-Radio. Eh, benar. "Mas Adjie, tadi kirim sms ya tentang lagu Indonesia Raya 3
stanza? Mas Adjie pernah nyanyikan selengkapnya waktu SD? Kami wawancara ya. Jangan lupa nanti begitu disapa Putri atau Rafiq sebut
Pagi-Pagi bersama...[nama sponsor acara].....". Kebetulan nama acara pagi Senin sampai Jumat pukul 06:00 - 10:00 itu "Pagi-Pagi". OK.
Akhirnya saya mendengar suara saya mengudara dipandu Putri Suhendro dan Rafiq. Biasa deh. Mereka membawakan acara ini dengan ciri khas lucu mereka. Wah, nggak ada yang dengar kali? Memakai HP yang lain saya sms
my lovely wife,
Andra, kasih tau "
I'm now on-air in I-Radio". Sayang Andra tidak bawa
headset, jadi gak bisa mendengar. Jadi ingat beberapa bulan lalu waktu saya diwawancara oleh
MetroTV ketika ikut acara Jalan-jalan ke 5 Museum Besar di Kota Tua Jakarta. Waktu itu saya ditanya tentang kesan mengikuti acara sejenis. Beberapa minggu kemudian ada
client yang menelepon ke HP dan bilang "gue lihat loe diwawancara di TV". Ada juga yang lihat saya di
Elshinta TV. Wah!
Beberapa tahun lalu saya juga sempat diundang dan diwawancara
on-air di studio
Tri Jaya FM Jakarta untuk suatu acara bertema bisnis dan tenaga kerja. Makanya kali ini saya gak terlalu kaget diwawancara lagi. Santai aja. Apa lagi acaranya juga gak terlalu formal, banyak becandanya.
Wawancara berhasil saya lalui dengan baik dan lucu-lucuan. Intinya saya berbagi pengalaman waktu mempelajari sejarah lagu kebangsaan saat SD. Dan bahwa lagu Indonesia Raya sudah mempunyai status hukum dan kedudukan sejak tahun 50an di bawah PP yang ditetapkan oleh Presiden RI Soekarno. Dalam PP juga dijelaskan adanya 3
stanza. Masyarakat yang ingin menyanyikan ketiga
stanza itu juga diperkenankan. Jadi gak masalah kan? Juga bukan "temuan" hebat, bombastis apalagi menohok bangsa ini. Apalagi sejak LSM dimaksud melakukan klarifikasi tentang "kebenaran" yang terjadi. Juga bukan merupakan pencarian /penelitian khusus LSM itu bersama sang pakar hingga ke
server museum di
Leiden, Belanda sana. Gongnya adalah ketika Arsip Nasional RI juga angkat bicara tentang arsip yang mereka miliki. Tiba-tiba berita "temuan" itu perlahan hilang ditelan hiruk-pikuk peringatan tujuhbelasan tahun 2007. Biasa aja lagi.
Saya sempat ditanya oleh Putri Suhendro, "Mas Adjie setuju gak kalo lagu Indonesia Raya wajib dinyanyikan secara lengkap dalam upacara?". "Wah, sebaiknya nggak wajib mbak, karena yang sekarang aja sudah menjadi lagu kebangsaan terpanjang di dunia". (Maksudnya kalo dinyanyikan dalam acara-acara khusus yang membutuhkan penghayatan mendalam, ya silakan. Bukan harus atau wajib. Selain itu kasihan paskibranya, kan?). Tapi ternyata Putri Suhendro bilang ke Rafiq, "Kog gue gak pernah belajar ya waktu SD?". Rafiq membalas, "Sekolahnya mas Adjie yang di Riau lebih nasionalis, secara loe Menades sih hehehe". Sama dengan sang pakar multimedia. Ke mana aja waktu SD? Hahahahaha.......
(Moh. Adjie Hadipriawan, 14 September 2007, 16:38 WIB)
Note: selamat puasa hari kedua, maaf lahir dan batin.
Photos taken from:
1. Bendera Merah Putih (www.google.com)
2. Istana Merdeka (Wikipedia Indonesia)